Friday, September 12, 2025
HomeDPRD Provinsi Kalimantan TimurTingkat Kepatuhan Pengobatan TBC Rendah, DPRD Kaltim Minta Strategi Penanganan Lebih Efektif

Tingkat Kepatuhan Pengobatan TBC Rendah, DPRD Kaltim Minta Strategi Penanganan Lebih Efektif

pembacasetia.com, Samarinda – Masalah klasik dalam penanganan tuberkulosis (TBC) kembali mencuat di Kaltim. Komisi IV DPRD Kaltim menyoroti angka kepatuhan pasien yang masih rendah dalam menyelesaikan terapi, yang berpotensi memperburuk situasi dengan munculnya kasus TBC resistan obat.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Andi Satya Adi Saputra, menegaskan bahwa pengobatan TBC membutuhkan kesabaran dan kedisiplinan tinggi karena durasinya tidak singkat, yakni sekitar enam bulan.

Namun, banyak pasien gagal bertahan hingga akhir, sehingga proses penyembuhan terganggu dan menimbulkan dampak kesehatan jangka panjang.

“Ketika pasien berhenti minum obat di tengah jalan, itu memberi peluang bagi bakteri TBC untuk bermutasi. Ini sangat berbahaya, karena berpotensi menciptakan varian yang tidak mempan terhadap obat standar,” jelas Andi.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kaltim hingga April 2025, dari total 3.356 pasien TBC, hanya 1.896 yang berhasil menyelesaikan terapi. Sementara 286 pasien menghentikan pengobatan sebelum waktunya, 152 lainnya meninggal, dan sisanya masih dalam proses pemantauan.

Hal ini menyebabkan capaian tingkat keberhasilan pengobatan (Treatment Success Rate/TSR) TBC di Kaltim hanya berada di angka 77,15 persen jauh dari target nasional.

“Kondisi ini tidak bisa dianggap remeh. Kita harus menyasar akar masalahnya, baik dari sisi edukasi, ekonomi, hingga peran pendamping pasien di lapangan,” tambahnya.

Kabupaten Berau dan Mahakam Ulu tercatat sebagai daerah dengan capaian TSR tertinggi, masing-masing 90,80 persen dan 90 persen.

Namun, Andi menegaskan bahwa jumlah kasus di dua wilayah tersebut relatif kecil, sehingga belum mewakili kondisi secara keseluruhan. Kota-kota besar seperti Samarinda dan Balikpapan, yang menanggung beban kasus lebih besar, justru belum mencapai angka keberhasilan ideal.

“Yang menjadi perhatian serius adalah Penajam Paser Utara. TSR di sana hanya 69,64 persen, artinya banyak pasien tidak tuntas menjalani terapi,” ucapnya.

DPRD Kaltim mendorong pemerintah provinsi untuk memperkuat sinergi lintas sektor. Menurut Andi, pengawasan terhadap pasien tidak bisa hanya dibebankan kepada petugas puskesmas. Dukungan keluarga, tokoh masyarakat, dan kader kesehatan sangat diperlukan agar pasien tetap patuh menjalani pengobatan.

“Pendekatan komunitas perlu dimaksimalkan. Program edukasi berbasis lingkungan harus terus digencarkan agar masyarakat memahami pentingnya menyelesaikan terapi,” ujarnya.

Saat ini, Dinas Kesehatan telah memberlakukan klasifikasi zonasi capaian TSR. Wilayah dengan angka keberhasilan di atas 90 persen masuk kategori hijau, sedangkan daerah dengan capaian di bawah 71 persen masuk zona merah dan menjadi prioritas penanganan.

Menutup keterangannya, Andi meminta Pemprov Kaltim tidak menunda upaya pembenahan sistem penanganan TBC. Akses terhadap obat, konseling pasien, serta pemantauan ketat harus diprioritaskan.

“Kalau dibiarkan, TBC resistan bisa menjadi ancaman serius. Ini bukan hanya persoalan medis, tapi juga menyangkut ketahanan kesehatan masyarakat,” tukasnya. (Adv/RM)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments