pembacasetia.com, Samarinda – Maraknya praktik pengoplosan beras berkualitas rendah yang dikemas ulang sebagai beras premium mendapat perhatian serius dari DPRD Kalimantan Timur (Kaltim).
Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Sigit Wibowo, menilai fenomena ini sebagai bentuk kejahatan yang tersusun rapi dan merugikan konsumen secara luas.
“Ini bukan lagi pelanggaran biasa dalam perdagangan, tapi sudah masuk kategori kejahatan terstruktur. Negara harus hadir untuk melindungi hak masyarakat,” tegas Sigit.
Menurutnya, lemahnya pengawasan dari pemerintah membuka ruang bagi oknum nakal untuk memperdagangkan beras oplosan. Ia mengungkapkan, banyak produk yang dikemas dengan label premium ternyata tidak sesuai kualitas maupun berat bersihnya.
“Banyak masyarakat tertipu. Beras diklaim premium, tapi kualitasnya buruk dan beratnya pun sering kurang dari yang tertera. Ini bentuk penipuan yang sangat merugikan konsumen,” jelasnya.
Sigit membandingkan kasus ini dengan praktik serupa yang juga terjadi di sektor distribusi BBM, di mana kelonggaran pengawasan dimanfaatkan oleh pelaku untuk meraup keuntungan secara tidak sah. Ia menilai pola kejahatannya nyaris sama: memanfaatkan celah dari lemahnya kontrol.
Temuan Kementerian Pertanian yang mengidentifikasi ratusan merek beras tidak layak edar pun menambah kekhawatiran. Kasus tersebut kini tengah ditangani oleh aparat penegak hukum, termasuk Kepolisian dan Kejaksaan.
“Banyak konsumen menilai barang dari kemasan, padahal isinya tak sesuai. Ini bukan cuma soal ekonomi, tapi juga soal kesehatan. Masyarakat bisa terdampak jika terus mengonsumsi produk beras oplosan,” ujarnya.
Sigit mendorong adanya penguatan sistem pengawasan dari pemerintah pusat hingga daerah. Ia meminta agar inspeksi mendadak dilakukan rutin, bukan hanya saat kasus viral di media sosial.
“Jika ditemukan pelanggaran, jangan ragu untuk memberikan sanksi. Penegakan hukum harus jelas dan tegas agar ada efek jera,” kata dia.
Lebih lanjut, ia juga mengajak masyarakat untuk proaktif dalam pengawasan dengan memberikan laporan apabila menemukan indikasi penipuan di pasaran. Ia berharap pemerintah membuka saluran pengaduan resmi yang mudah dijangkau publik.
“Rakyat tidak boleh dibiarkan menghadapi mafia pangan sendirian. Negara harus menjadi pelindung, bukan hanya penonton,” tutupnya. (Adv/RM)
